Rabu, 09 November 2011

Upacara Panggih

Upacara Panggih
Panggih ( Jawa ) berarti bertemu, setelah upacara akad nikah selesai baru upacara panggih bisa dilaksanaakan,. Pengantin pria kembali ketempat penantiannya, sedang pengantin putri kembali ke kamar pengantin. Setelah semuanya siap maka upacara panggih dapat segera dimulai.
Upacara Panggih dalam Perkawinan Adat Jawa  merupakan puncak acara dari serangkaian upacara adat yang mendahuluinya.  Rangkaian acara yang mewarnai upacara panggih meliputi :
  • Penyerahan sanggan yang lazim disebut tebusan
  • Keluarnya mempelai dari kamar pengantin yang didahului kembar mayang
  • Lempar sirih
  • Wijikan atau memecah telur
  • Berjalan bergandengan jari kelingking menuju kepelaminan
  • Kacar-kucur atau tampakaya
  • Dahar klimah
  • Penjemputaqn orangtua mempelai atau besan
  • sungkeman
Untuk melengkapi upacara panggih tersebut sesuai dengan ,busana gaya yogyakarta dengan iringan gending Jawa:
  1. Gending Bindri untuk mengiringi kedatangan penantin pria
  2. Gending Ladrang Pengantin untuk mengiringi upacara panggih mulai dari balangan ( saling melempar ) sirih, wijik ( pengantin putri mencuci kaki pengantin pria ), pecah telor oleh pemaes.
  3. Gending Boyong/Gending Puspowarno untuk mengiringi tampa kaya atau kacar-kucur, lambang penyerahan nafkah dahar walimah. Setelah dahar walimah selesai, gending itu bunyinya dilemahkan untuk mengiringi datangnya sang besan dan dilanjutkan upacara sungkeman.
Itulah suatu tata cara upacara pengantin tradisional adat Yogyakarta yang saya tahu dari orang – orang Jawa yang pernah melakukan upacara adat tersebut .

Upacara Ijab

Upacara Ijab
Ijab atau ijab kabul adalah pengesahan pernihakan sesuai agama pasangan pengantin. Secara tradisi dalam upacara ini keluarga pengantin perempuan menyerahkan / menikahkan anaknya kepada pengantin pria, dan keluarga pengantin pria menerima pengantin wanita dan disertai dengan penyerahan emas kawin bagi pengantin perempuan. Upacara ijab qobul biasanya dipimpin oleh petugas dari Kantor Urusan Agama sehingga syarat dan rukunnya ijab qobul akan syah menurut syariat agama dan disaksikan oleh pejabat pemerintah atau petugas catatan sipil yang akan mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah.

Upacara Langkahan

Upacara Langkahan
Langkahan berasal dari kata dasar langkah (Jawa) yang berarti lompat, upacara langkahan disini dimaksudkan apabila pengantin   menikah mendahului kakaknya yang belum nikah , maka sebelum akad nikah dimulai maka calon pengantin diwajibkan minta izin kepada kakak yang dilangkahi.

Lamaran

Lamaran
Melamar artinya meminang, karena pada zaman dulu diantara pria dan wanita yang akan menikah terkadang masih belum saling mengenal, jadi hal ini orang tualah yang mencarikan jodoh  dengan cara menanyakan kepada seseorang apakah puterinya sudah atau belum mempunyai calon suami. Dari sini bisa dirembug hari baik untuk menerima lamaran atas persetujuan bersama.  Upacara lamaran:Pada hari yang telah ditetapkan, datanglah utusan dari calon besan yaitu orang tua calon pengantin pria dengan membawa oleh-oleh. Pada zaman dulu yang lazim disebutJodang ( tempat makanan dan lain sebagainya ) yang dipikul oleh empat orang pria. Makanan tersebut biasanya terbuat dari beras ketan antara lain : Jadah, wajik, rengginan dan sebagainya.Menurut naluri makanan tersebut mengandung makna sebagaimana sifat dari bahan baku ketan yang banyak glutennyasehingga lengket dan diharapkan kelak kedua pengantin dan antar besan tetap lengket (pliket,Jawa).Setelah lamaran diterima kemudian kedua belah pihak merundingkan hari baik untuk melaksanakan upacara peningsetan.

Nontoni

Nontoni
Nontoni adalah upacara untuk melihat calon pasangan yang akan dikawininya. Dimasa lalu orang yang akan nikah belum tentu kenal terhadap orang yang akan dinikahinya, bahkan terkadang belum pernah melihatnya, meskipun ada kemungkinan juga mereka sudah tahu dan mengenal atau pernah melihatnya. Agar ada gambaran siapa jodohnya nanti maka diadakan tata cara nontoni. Biasanya tata cara ini diprakarsai pihak pria. Setelah orang tua si perjaka yang akan diperjodohkan telah mengirimkan penyelidikannya tentang keadaan si gadis yang akan diambil menantu. Penyelidikan itu dinamakan dom sumuruping banyuatau penyelidikan secara rahasia. Setelah hasil nontoni ini memuaskan, dan siperjaka sanggup menerima pilihan orang tuanya, maka diadakan musyawarah diantara orang tua / pinisepuh si perjaka untuk menentukan tata cara lamaran.

Peningsetan

Peningsetan
Kata peningsetan adalah dari kata dasar singset (Jawa) yang berarti ikat, peningsetan jadi berarti pengikat.Peningsetan adalah suatu upacara penyerahan  sesuatu sebagai pengikat  dari orang tua pihak pengantin pria kepada pihak calon pengantin putri.Menurut tradisi peningset terdiri dari : Kain batik, bahan kebaya, semekan, perhiasan emas, uang yang lazim disebut tukon ( imbalan) disesuaikan kemampuan ekonominya, jodang yang berisi: jadah, wajik, rengginan, gula, teh, pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan satu jenjang kelapa yang dipikul tersendiri, satu jodoh ayam hidup. Untuk menyambut kedatangan ini diiringi dengan gending Nala Ganjur .Biasanya penentuan hari baik pernikahan ditentukan bersama antara kedua pihak setelah upacara peningsetan.

Peningsetan

Peningsetan
Kata peningsetan adalah dari kata dasar singset (Jawa) yang berarti ikat, peningsetan jadi berarti pengikat.Peningsetan adalah suatu upacara penyerahan  sesuatu sebagai pengikat  dari orang tua pihak pengantin pria kepada pihak calon pengantin putri.Menurut tradisi peningset terdiri dari : Kain batik, bahan kebaya, semekan, perhiasan emas, uang yang lazim disebut tukon ( imbalan) disesuaikan kemampuan ekonominya, jodang yang berisi: jadah, wajik, rengginan, gula, teh, pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan satu jenjang kelapa yang dipikul tersendiri, satu jodoh ayam hidup. Untuk menyambut kedatangan ini diiringi dengan gending Nala Ganjur .Biasanya penentuan hari baik pernikahan ditentukan bersama antara kedua pihak setelah upacara peningsetan.

Upacara Tarub

Upacara Tarub
Tarub adalah hiasan janur kuning ( daun kelapa yang masih muda ) yang dipasang tepi tratag yang terbuat dari bleketepe ( anyaman daun kelapa yang hijau ). Pemasangan tarub biasanya dipasang saat bersamaan dengan memandikan calon pengantin ( siraman, Jawa ) yaitu satu hari sebelum pernikahan itu dilaksanakan.
Untuk perlengkapan tarub selain janur kuning masih ada lagi antara lain yang disebut dengan tuwuhan. Adapun macamnya :
  • Dua batang pohon pisang raja yang buahnya tua/matang.
  • Dua janjang kelapa gading ( cengkir gading, Jawa )
  • Dua untai padi yang sudah tua.
  • Dua batang pohon tebu wulung ( tebu hitam ) yang lurus.
  • Daun beringin secukupnya.
  • Daun dadap srep.
Tuwuhan dan gegodongan ini dipasang di kiri pintu gerbang satu unit dan dikanan pintu gerbang satu unit ( bila selesai pisang dan kelapa bisa diperebutkan pada anak-anak ) Selain pemasangan tarub diatas masih dilengkapi dengan perlengkapan-perlengkapan sbb. (Ini merupakan petuah dan nasehat yang adi luhung, harapan serta do’a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa ) yang dilambangkan melalui:
  • Pisang raja dan pisang pulut yang berjumlah genap.
  • Jajan pasar
  • Nasi liwet yang dileri lauk serundeng.
  • Kopi pahit, teh pahit, dan sebatang rokok.
  • Roti tawar.
  • Jadah bakar.
  • Tempe keripik.
  • Ketan, kolak, apem.
  • Tumpeng gundul
  • Nasi golong sejodo yang diberi lauk.
  • Jeroan sapi, ento-ento, peyek gereh, gebing
  • Golong lulut.
  • Nasi gebuli
  • Nasi punar
  • Ayam 1 ekor
  • Pisang pulut 1 lirang
  • Pisang raja 1 lirang
  • Buah-buahan + jajan pasar ditaruh yang tengah-tengahnya diberi tumpeng kecil.
  • Daun sirih, kapur dan gambir
  • Kembang telon (melati, kenanga dan kantil)
  • Jenang merah, jenang putih, jenang baro-baro.
  • Empon-empon, temulawak, temu giring, dlingo, bengle, kunir, kencur.
  • Tampah(niru) kecil yang berisi beras 1 takir yang diatasnya 1 butir telor ayam mentah, uang logam, gula merah 1 tangkep, 1 butir kelapa.
  • Empluk-empluk tanah liat berisi beras, kemiri gepak jendul, kluwak, pengilon, jungkat, suri, lenga sundul langit
  • Ayam jantan hidup
  • Tikar
  • Kendi, damar jlupak (lampu dari tanah liat) dinyalakan
  • Kepala/daging kerbau dan jeroan komplit
  • Tempe mentah terbungkus daun dengan tali dari tangkai padi ( merang )
  • Sayur pada mara
  • Kolak kencana
  • Nasi gebuli
  • Pisang emas 1 lirang
Masih ada lagi petuah-petuah dan nasehat-nasehat yang dilambangkan melalui : Tumpeng kecil-kecil merah, putih, kuning, hitam, hijau, yang dilengkapi dengan buah-buahan, bunga telon, gocok mentah dan uang logam yang diwadahi diatas ancak yang ditaruh di:
  • Area sumur
  • Area memasak nasi
  • Tempat membuat minum
  • Tarub
  • Untuk menebus kembar mayang ( kaum )
  • Tempat penyiapan makanan yang akan dihidangkan.
  • Jembatan
  • Prapatan.

Nyantri

Nyantri
Upacara nyantri adalah menitipkan calon pengantin pria kepada keluarga pengantin putri 1 sampai 2 hari sebelum pernikahan. Calon pengantin pria ini akan ditempat kan dirumah saudara atau tetangga dekat. Upacara nyantri ini dimaksudkan untuk melancarkan jalannya upacara pernikahan, sehingga saat-saat upacara pernikahan dilangsungkan maka calon pengantin pria sudah siap ditempat sehingga tidak merepotkan pihak keluarga pengantin putri.

Siraman

Siraman
Siraman dari kata dasar siram ( Jawa ) yang berarti mandi. Yang dimaksud dengan siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung arti membersihkan diri agar menjadi suci dan murni.Bahan-bahan untuk upacara siraman :
  • Kembang setaman secukupnya
  • Lima macam konyoh panca warna ( penggosok badan yang terbuat dari beras kencur yang dikasih pewarna)
  • Dua butir kelapa hijau yang tua yang masih ada sabutnya.
  • Kendi atau klenting
  • Tikar ukuran ½ meter persegi
  • Mori putih ½ meter persegi
  • Daun-daun : kluwih, koro, awar-awar, turi, dadap srep, alang-alang
  • Dlingo bengle
  • Lima macam bangun tulak ( kain putih yang ditepinnya diwarnai biru)
  • Satu macam yuyu sekandang ( kain lurik tenun berwarna coklat ada garis-garis benang kuning)
  • Satu macam pulo watu (kain lurik berwarna putih lorek hitam), 1 helai letrek ( kain kuning), 1 helai jinggo (kain merah).
  • Sampo dari londo merang (air dari merang yang dibakar didalam jembangan dari tanah liat kemudian saat merangnya habis terbakar segera apinya disiram air, air ini dinamakan air londo)
  • Asem, santan kanil, 2 meter persegi mori, 1 helai kain nogosari, 1 helai kain grompol, 1 helai kain semen, 1 helai kain sidomukti atau kain sidoasih
  • Sabun dan handuk.
Saat akan melaksanakan siraman ada petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:
  • Tumpeng Robyong
  • Tumpeng gundul
  • Nasi asrep-asrepan
  • Jajan pasar, pisang raja 1 sisir, pisang pulut 1 sisir, 7 macam jenang
  • Empluk kecil ( wadah dari tanah liat) yang diisi bumbu dapur dan sedikit beras
  • 1 butir telor ayam mentah
  • Juplak diisi minyak kelapa
  • 1 butir kelapa hijau tanpa sabut
  • Gula jawa 1 tangkep
  • 1 ekor ayam jantan
Untuk menjaga kesehatan calon pengantin supaya tidak kedinginan maka ditetapkan tujuh orang yang memandikan, tujuh sama dengan pitu ( Jawa ) yang berarti pitulung (Jawa) yang berarti pertolongan.Upacara siraman ini diakhiri oleh juru rias ( pemaes ) dengan memecah kendi dari tanah liat.

Midodareni

Midodareni
Midodareni berasal dari kata dasar widodari ( Jawa ) yang berarti bidadari yaitu putri  dari surga yang sangat cantik dan sangat harum baunya. Midodareni biasanya dilaksanakan antara jam 18.00 sampai dengan jam 24.00 ini disebut juga sebagai malam midodareni. Calon penganten tidak boleh tidur. Saat akan melaksanakan midodaren adapetuah-petuah dan nasehat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:
  • Sepasang kembarmayang ( dipasang di kamar pengantin )
  • Sepasang klemuk ( periuk ) yang diisi dengan bumbu pawon, biji-bijian, empon-empon dan dua helai bangun tulak untuk menutup klemuk tadi
  • Sepasang kendi yang diisi air suci yang cucuknya ditutup dengan daun dadap srep ( tulang daun/ tangkai daun ), Mayang jambe (buah pinang), daun sirih yang dihias dengan kapur.
  • Baki yang berisi potongan daun pandan, parutan kencur, laos, jeruk purut, minyak wangi, baki ini ditaruh dibawah tepat tidur supaya ruangan berbau wangi.
Adapun dengan selesainya midodareni saat jam 24.00  calon pengantin dan keluarganya bisa makan hidangan yang terdiri dari :
  • Nasi gurih
  • Sepasang ayam yang dimasak lembaran ( lingkung, Jawa )
  • Sambel pecel, sambel pencok, lalapan
  • Krecek
  • Roti tawar, gula jawa
  • Kopi pahit dan teh pahit
  • Rujak degan
  • Lampu juplak minyak kelapa untuk penerangan ( jaman dulu).

Sungkem


Sungkem

Basa Banyumasan kuwe basa sing bisa kanggo pirang-pirang ( pergaulan, donga, hiburan lan liya liyane isih akeh maning. Mulane urung ana basa sing bisa pepeke kaya basane Banyumasan,umpamane Basa kanggo wong sing lewih tua mesti nganggo "rika" neng sing sepadane "sampeyan/njenengan" lah angger sing lewih enom nganggo " kowe/slirane". lah daerah liyan ora nana basa sing nganggo kaya kuwe. sebab ora nana aturane ning nek nang basa Banyumasan ana, dadi nek wong sing ora nganggo aturan diarane wong sing ora duwe tatakrama. mulane aja wegig diarane wong banyumasan, basane akeh banget liyane ora duwe. semene disit engko tek tambahi maning - den bagus ragil kang sidareja.

RUMAH ADAT KASEPUHAN

RUMAH ADAT KASEPUHAN

Rumah warga masyarakat Kasepuhan adalah Hateup salak Tihang Cagak yang berarti bentuk dan type rumah adat adalah rumah panggung menggunakan atap daun [kiray dan daun tepus] dengan bilik bambu dan tiang kayu, atau juga bisa berarti harus menggunakan bahan-bahan alami. bagian rumah terbagi dalam 5 (lima) tahapan seperti umpak, kolong, beuteung, para dan hateup, semua memiliki fungsi yang telah dirancang leluhur untuk guna dan manfaat penghuninya.
Bentuk rumah panggung adalah bentuk rumah yang sudah dipakai lama oleh leluhurA  di tatar sunda, dari sabang sampai merauke sebelum adanya pengaruh luar yang dibawa pada era kolonial, menggunakan bentuk rumah yang sama, rumah panggung. Salah satu nilai fungsinya adalah tahan getaran ketikaA  gempa terjadi, fleksibiltas membuat bangunan tetap utuh karena bahan alam. Rupanya leluhur sangat faham akan kontur tanah yang vulkanis dengan gunung berapi dimana-mana, sehingga bangunan yang cocok di tanah air ini adalah bangunan seperti ini.A  selain itu juga dengan bahan atap yang ringan dari dedaunan dan diikatkan pada layeus, tak ada ketakutan ketika gempa datang. Kearifan lokal yang telah dirancang leluhur untuk kepentingan anak cucu di kemudian hari bisa kita lihat dari bentuk rumah panggung itu sendiri.
1. Umpak, menggunakan batu menahan hubungan langsung dengan tanah sehingga tidak membuat kayu menjadi cepat lapuk dan menahan serangan rayap.
 2. Kolong, selain berfungsi untuk peternakan dimana ayam dan bebek bisa di simpan didalamnya, juga membuat jarakA  dengan tanah. pemahaman kami tentang tanah adalah bumi bernafas, siang hari menarik panas dan malam hari mengeluarkan panas , sebuah proses alami tentang terbentuknyaA  energi bumi.leluhur telah menetapkan dalam tatanan aturan adat yang ketika disadari ternyata lebih aman dan lebih sehat dibanding rumah yang langsung kontak dengan tanah.
3. Beuteung atawa eusi [perut dan isi] yang menjadi bagian tengahnya, mnggunakan bahanA  bilik bambu. bahan yang sangat lentur dan fleksibel dengan kekuatan yang telah dibuktikan oleh para arsitektur modern sekarang, bahwa bambu memiliki kekuatan dan kelenturan yang jauh lebih baik dibanding besi dan baja sekalipun.
4. Para adalah tempat penyimpanan bahan makanan dan bibit-bibitan berada di bagian atasnya dapur, walaupun berwarna hitam karena jelaga tetapi bahan makan akan terjaga kondisinya ketika disimpan di para. sebelum ada refregerator atau kulkas, leluhur telah mewariskan tempat yang paling konndusif untuk menyimpang segala bahan makanan dan gudang. belakangan banyak dibicarakan tentang teknologi pengasapan sebagai cara yang terbaik untuk penyimpanan bahan makanan, kemudian sekarang ini digali lagi dan dikembangkan kerena nilai kesehatan dan keawetannya.
5. Hateup atau atap. harus menggunakan bahan dedaunan, rupanyawarisan ini sebagai penghormatan terhadap alam sebagai guru, dengan meniru dan menempat lam diposisinya itulah yang terbaik untuk hidup dan kehidupan manusia. Disini posisi daun menempati posisi paling atas dalam bangunan adat, kayo adalah penopang, dan batu menjadi dasar, sedangkan tanah seharusnya berada di posisi paling bawah. dalam pandangan ajaran leluhur kami tidak menempatkan tanah diatas kepala, selain itu juga berat bebannya, apalagi ketika ditanyakan ` apa disebut nya ketika tanah sudah berada diatas kepala?`.
Dibeberapa bangunan lain daun ilalangA  dan honje dipergunakan juga menggunakan Talahab untuk kandang dan kamar mandi. dan akan lebih tahan lama kalau atap dilapisi lagi dengan Injuk, Ijuk ini berfungsi menahan air dan angin. ketika air hujan turun ijuk menjadi filters air yang sangat baik mampu menetralisir kandungan asam yang dibawa hujan, adakah filter yang baik lagi selain ijuk?
Arah bangunan warga adat Ciptagelar nampaknya berbeda dengan masyarakat adat Baduy dan kampung Naga dan adat lainnya yang bisa terlihat dari arah bangunan yang seragam dan searah, ketika anda suatu saat berkunjung ke tempat kami maka akan didapati arah bangunan lebih menyesuaikan dengan kontur tanah dan keselarasan dengan bangunan yang lainnya, perhitungan baik buruk penghuniya kalau di tempat lain dikenal sekarang dengan istilah fengshui dan hongsui yang dihitung juga berdasarkan hari baik personal tiap pemiliknya.
sedangkan jenis bangunan yang dipakai diistilahkan oleh bagian Pangabasan seperti Saung Kandang, Sontog, Julang Ngapak, Jingjing Regis dan Tagog Anjing
Bagian -bagian dalamA  rumah
Pembagian ruang dalam rumah warga adat umunya terbagi dalam dua bagian Imah dan Pawon , Imah bisa berupa ruang tengah yang juga ada kamar-kamar disalah satu sisinya, Pawon adalah dapur untuk memasak dan menyimpan makanan dan bahan makanan.ukurannya bisa berbanding sama besarnya. kenapa? karena pawon bagi kami lebih banyak melakukan aktifitas masak-memasak dan lebih hangat, dan lebih seperti ruang tamu bagi siapapun yang berkunjung.
Hawu atau tungku masak, terbuat dari bahan batu cadas yang ditempat diatas parako , dengan tempat penyimpanan kayu bakar diatasnya. semua kegiatan memasak nasi dalam aturan adat istiadat harus menggunakan kayu bakar yang diambil dari hutan. sedangkan barang modern seperti kompor minyak dan gas bisa dipergunakan untuk memasak selain nasi.

Rumah Adat Jawa Tengah

ARSITEKTUR JAWA TENGAH

Arsitektur atau Seni Bangunan yang terdapat di daerah Provinsi Jawa Tengah dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Arsitektur Tradisional, yaitu Seni Bangunan Jawa asli yang hingga kini masih tetap hidup dan berkembang pada masyarakat Jawa.
Ilmu yang mempelajari seni bangunan oleh masyarakat Jawa biasa disebut Ilmu Kalang atau disebut juga Wong Kalang. Yang merupakan bangunan pokok dalam seni bangunan Jawa ada 5 (lima) macam, ialah :
- Panggang-pe, yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi.
- Kampung, yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah bubungan di tengah saja.
- Limasan, yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan de tengahnya.
- Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
- Tajug atau Masjid, yaitu bangunan dengan Soko Guru atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing.

Masing-masing bentuk berkembang menjadi beraneka jenis dan variasi yang bukan hanya berkaitan dengan perbedaan ukurannya saja, melainkan juga dengan situasi dan kondisi daerah setempat. Dari kelima macam bangunan pokok rumah Jawa ini, apabila diadakan penggabungan antara 5 macam bangunan maka terjadi berbagai macam bentuk rumah Jawa. Sebagai contoh : gedang selirang, gedang setangkep, cere gencet, sinom joglo lambang gantung, dan lain-lain.
Menurut pandangan hidup masyarakat Jawa, bentuk-bentuk rumah itu mempunyai sifat dan penggunaan tersendiri. Misalnya bentuk Tajug, itu selalu hanya digunakan untuk bangunan yang bersifat suci, umpamanya untuk bangunan Masjid, makam, dan tempat raja bertahta, sehingga masyarakat Jawa tidak mungkin rumah tempat tinggalnya dibuat berbentuk Tajug.
Rumah yang lengkap sering memiliki bentuk-bentuk serta penggunaan yang tertentu, antara lain :
- pintu gerbang : bentuk kampung
- pendopo : bentuk joglo
- pringgitan : bentuk limasan
- dalem : bentuk joglo
- gandhok (kiri-kanan) : bentuk pacul gowang
- dapur : bentuk kampung
- dan lain-lain.
Tetapi bagi orang yang tidak mampu tidaklah mungkin akan demikian. Dengan sendirinya rumah yang berbentuk doro gepak (atap bangunan yang berbentuk mirip burung dara yang sedang terbang mengepakkan sayapnya) misalnya bagian-bagiannya dipergunakan untuk kegunaan yang tertentu, misalnya :
-- emper depan : untuk Pendopo
-- ruang tengah : untuk tempat pertemuan keluarga
-- emper kanan-kiri : untuk senthong tengah dan senthong kiri kanan
-- emper yang lain : untuk gudang dan dapur.

Di beberapa daerah pantai terdapat pula rumah-rumah yang berkolong. Hal tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga bila ada banjir.
Dalam Seni Bangunan Jawa karena telah begitu maju, maka semua bagian kerangka rumah telah diberi nama-nama tertentu, seperti : ander, dudur, brunjung, usuk peniyung, usuk ri-gereh, reng, blandar, pengeret, saka guru, saka penanggap, umpak, dan sebagainya.
Bahan bangunan rumah Jawa ialah terutama dari kayu jati. Arsitektur tradisional Jawa terbukti sangat populer tidak hanya di Jawa sendiri tetapi sampai menjangkau manca negara. Kedutaan Besar Indonesia di Singapura dan Malaysia juga Bandar Udara Soekarno-Hatta mempunyai arsitektur tradisional Jawa.
Arsitektur tradisional Jawa harus dilihat sebagai totalitas pernyataan hidup yang bertolak dari tata krama meletakkan diri, norma dan tata nilai manusia Jawa dengan segala kondisi alam lingkungannya. Arsitektur ini pada galibnya menampilkan karya “swadaya dalam kebersamaan” yang secara arif memanfaatkan setiap potensi dan sumber daya setempat serta menciptakan keselarasan yang harmonis antara “jagad cilik” (mikrokosmos) dan “jagad gedhe” (makrokosmos).
Pada dasarnya arsitektur tradisonal Jawa – sebagaimana halnya Bali dan daerah lain – adalah arsitektur halaman yang dikelilingi oleh pagar. Yang disebut rumah yang utuh seringkali bukanlah satu bangunan dengan dinding yang pejal melainkan halaman yang berisi sekelompok unit bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda. Ruang dalam dan luar saling mengimbas tanpa pembatas yang tegar. Struktur bangunannya merupakan struktur rangka dengan konstruksi kayu, bagaikan payung yang terpancang terbuka. Dinding ruangan sekedar merupakan tirai pembatas, bukan dinding pemikul. Yang sangat menarik pula untuk diungkap adalah struktur tersebut diperlihatkan secara jelas, wajar dan jujur tanpa ada usaha menutup-nutupinya. Demikian pula bahan-bahan bangunannya, semua dibiarkan menunjukan watak aslinya. Di samping itu arsitektur Jawa memiliki ketahanan yang cukup handal terhadap gempa.
Atap bangunannya selalu menggunakan tritisan yang lebar, yang sangat melindungi ruang beranda atau emperan di bawahnya. Tata ruang dan struktur yang demikian sungguh cocok untuk daerah beriklim tropis yang sering mengalami gempa dan sesuai untuk peri kehidupan manusia yang memiliki kepribadian senang berada di udara terbuka. Halaman yang lega dengan perkerasan pasir atau kerikil sangat bermanfaat untuk penyerapan air hujan. Sedangkan pepohonan yang ditanam seringkali memiliki sasraguna (multi fungsi), yaitu sebagai peneduh, penyaring debu, peredam angin dan suara, juga sebagai sumber pangan bagi manusia dan binatang bahkan sering pula dimanfaatkan untuk obat tradisional.
Sumber utama untuk mengenal seni bangunan Jawa untuk untuk daerah Jawa Tengah adalah Kraton Surakarta dan Kraton Mangkunegaran. Juga peninggalan-peninggalan bangunan makam kuno serta masjid-masjid kuno seperti Masjid Demak, Masjid Kudus dengan menaranya yang bergaya khusus, Makam Demak, Makam Kadilangu, Makam Mengadeg, dll.
Di samping seni bangunan Jawa asli yang berupa bangunan rumah tempat tinggal, terdapat juga seni bangunan Jawa peninggalan dari jaman Sanjayawangça dan Syailendrawangça, semasa berkuasa di daerah Jawa Tengah. Bangunan semasa itu biasanya menggunakan bahan bangunan batu sungai, ada juga yang menggunakan batu merah, bahan kayu yang peninggalannya tidak kita jumpai lagi, tetapi kemungkinan dahulunya ada.
Fungsi bangunan-bangunan itu bermacam-macam : sebagai tempat pemujaan, tugu peringatan, tempat pemakaman, tempat bersemedi, dan sebagainya. Corak bangunan-bangunan agama itu ada yang agama Budha Mahayana, misalnya : Borobudur. Yang bercorak Trimurti, misalnya : Dieng. Sedangkan yang bercorak campuran dengan kepercayaan daerah setempat, misalnya : Candi Sukuh dan Çeta.

Bentuk Rumah Panggang-pe :
Banyak kita jumpai sebagai tempat jualan minuman, nasi dan lain-lainnya yang terdapat di tepi jalan. Apabila diperkembangkan dapat berfungsi sebagai tempat ronda, tempat mobil / garasi, pabrik, dan sebagainya.
Bentuk Rumah Kampung :
Umumnya sebagai tempat tinggal, baik di kota maupun di desa dan di gunung-gunung. Perkembangan dari bentuk ini juga dipergunakan sebagai tempat tinggal.
Bentuk Rumah Limasan :
Terutama terlihat pada atapnya yang memiliki 4 (empat) buah bidang sisi, memakai dudur. Kebanyakan untuk tempat tinggal. Perkembangannya dengan penambahan emper atau serambi, serta beberapa ruangan akan tercipta bentuk-bentuk sinom, kutuk ngambang, lambang gantung, trajumas, dan lain-lain. Hanya saja yang berbentuk trajumas tidak biasa digunakan sebagai tempat tinggal.
Bentuk Rumah Tajug :
Ciri utamanya pada atap berbentuk runcing, soko guru dengan blandar-blandar tumpang sari, berdenah bujur sangkar, lantainya selalu di atas tanpa bertingkat. Dipergunakan sebagai tempat suci, semisal : Masjid, tempat raja bertahta, makam. Tidak ada yang untuk tempat tinggal.
Bentuk Rumah Joglo :
Memiliki ciri; atap terdiri dari 4 (empat) buah sisi soko guru dengan pemidangannya (alengnya) dan berblandar tumpang sari. Bangunan ini umumnya dipergunakan sebagai pendopo dan juga untuk tempat tinggal (dalem).


B. Arsitektur Modern ; yaitu seni bangunan yang ada di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai corak campuran antara seni bangunan asli dengan pengaruh seni bangunan luar, atau campuran antara luar dengan luar atau asli luar. Paduan unsur seni bangunan yang satu dengan yang lain ini terutama terlihat pada konstruksi bangunannya, atau pada bentuk atapnya. Dari bagian yang mudah terlihat ini, misalnya pada atap, orang dapat mengenalnya dengan mudah bahwa bangunan itu unsur seninya perpaduan. Jenis bangunan yang termasuk arsitektur modern ini dapat berfungsi sebagai tempat tinggal, rumah ibadah, gedung sekolah, gedung pertemuan, rumah makan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, Masjid Kudus, yang selain berbentuk bangunan Jawa asli yaitu Tajug, juga memiliki menara yang berbentuk bale kul-kul seni budaya Bali, mempunyai pintu gerbang bergaya Persia. Kantor-kantor Pemerintahan peninggalan masa pemerintahan kolonial Belanda banyak yang memiliki pilar-pilar dengan Kapiteel Yonis, Doris atauKornilis.
Monumen-monumen yang termasuk Arsitektur Modern adalah ; Monumen Palagan Ambarawa, Monumen Diponegoro di Magelang, Monumen Tugu Muda di Semarang, dan lain-lainnya.

Baju Adat Jawa Barat


Baju Adat Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat yang ibukota Provinsi nya terletak di Bandung mempunyai beberapa suku, diantaranya Suku Sunda sebagai suku mayoritas dan suku Badui yang dibedakan menjadi Suku Badui Dalam dan Suku Badui Luar. Beikut ini adalah informasi penting mengenai pakaian adat Jawa Barat untuk pria dan wanita :
 
 
 
PAKAIAN ADAT PRIA JAWA BARAT :
  • Terdiri dari baju jas dengan kerah menutup leher yang biasa disebut dengan JAS TAKWA.
  • Kain batik atau lebih dikenal dengan nama KAIN DODOT dengan motif bebas.
  • Celana panjang yang sewarna dengan JAS TAKWA
  • Penutup kepala / BENDO
  • Kalung
  • Sebilah keris yang terselip di belakang pinggang
  • Alas kaki atau selop
  • Rantai kuku macan atau jam rantai sebagai hiasan JAS TAKWA
 


PAKAIAN ADAT WANITA JAWA BARAT :
  • Baju kebaya motif polos dengan hiasan sulam atau manik-manik
  • Kain batik atau disebut juga KAIN KEBAT DILEPE.
  • Ikat pinggang, biasa disebut BEUBEUR yang fungsinya untuk mengancangkan kain KEBAT DILEPE
  • Selendang, biasa disebut KAREMBONG yang berfungsi sebagai pemanis.
  • Beberapa hiasan kembang goyang yang menghiasi bagian atas kepala serta rangkaian bunga melati yang menghiasi sanggul rambut
  • kalung
  • Alas kaki / selop yang warnanya sama dengan warna kebaya


busana-jawa

busana-jawa(makna-yang-tersirat-dalam-busana-tradisional-jawa-lengkap)
Busana adat Jawa biasa disebut dengan busana kejawen mempunyai perlambang tertentu bagi orang Jawa. Busana Jawa penuh dengan piwulang sinandhi (ajaran tersamar) kaya akan ajaran Jawa. Dalam busana Jawa ini tersembunyi ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara harmoni yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia, diri sendiri maupun Tuhan Yang Maha Kuasa Pencipta segalanya.
Pakaian adat yang dikenakan pada bagian kepala adalah, seperti iket, udheng : dibagian tubuh ada rasukan (baju): jarik sabuk, epek, timang dibagian belakang tubuh yakni keris dan dikenakan dibagian bawah atau bagian kaki yaitu canela.
Penutup Kepala
Untuk bagian kepala biasanya orang Jawa kuna (tradisional) mengenakan “iket” yaitu ikat kepala yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi penutup kepala. Cara mengenakan iket harus kenceng (kuat) supaya ikatan tidak mudah terlepas. Makna iket dimaksudkan manusia seyogyanya mempunyai pemikiran yang kenceng, tidak mudah terombang-ambing hanya karena situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang matang.
Hampir sama penggunaannya yaitu udheng juga, dikenakan di bagian kepala dengan cara mengenakan seperti mengenakan sebuah topi. Jika sudah dikenakan di atas kepala, iket dan udheng sulit dibedakan karena ujud dan fungsinya sama. Udheng dari kata kerja Mudheng atau mengerti dengan jelas, faham. Maksudnya agar manusia mempunyai pemikiran yang kukuh, mengerti dan memahami tujuan hidup dan kehidupan atau sangkan paraning dumadi. Selain itu udheng juga mempunyai arti bahwa manusia seharusnya mempunyai ketrampilan dapat menjalankan pekerjaannya dengan dasar pengetahuan yang mantap atau mudheng. Dengan kata lain hendaklah manusia mempunyai ketrampilan yang profesional.
Busana kejawen seperti beskap selalu dilengkapi dengan benik (kancing baju) disebelah kiri dan kanan. Lambang yang tersirat dalam benik itu adalah agar orang (jawa) dalam melakukan semua tindakannya apapun selalu diniknik, diperhitungkan dengan cermat. Apapun yang akan dilakukan hendaklah jangan sampai merugikan orang lain, dapat, menjaga antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Sabuk (ikat pinggang) dikenakan dengan cara dilingkarkan (diubetkan) ke badan. Ajaran ini tersirat dari sabuk tersebut adalah bahwa harus bersedia untuk tekun berkarya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah manusia harus ubed (bekerja dengan sungguh-sungguh) dan jangan sampai kerjanya tidak ada hasil atau buk (impas/tidak ada keuntungan). Kata sabuk berarti usahakanlah agar segala yang dilakukan tidak ngebukne. Jadi harus ubed atau gigih.
Epek bagi orang jawa mengandung arti bahwa untuk dapat bekerja dengan baik, harus epek (apek, golek, mencari) pengetahuan yang berguna. Selama menempuh ilmu upayakan untuk tekun, teliti dan cermat sehingga dapat memahami dengan jelas. Timang bermakna bahwa apabila ilmu yang didapat harus dipahami dengan jelas atau gamblang, tidak akan ada rasa samang (khawatir) samang asal dari kata timang. Jarik atau sinjang merupakan kain yang dikenakan untuk menutup tubuh dari pinggang sampai mata kaki. Jarik bermakna aja gampang serik (jangan mudah iri terhadap orang lain). Menanggapi setiap masalah harus hati-hati, tidak grusa-grusu (emosional).
Wiru Jarik atau kain dikenakan selalu dengan cara mewiru (meripel) pinggiran yang vertikal atau sisi saja sedemikian rupa. Wiru atau wiron (rimple) diperoleh dengan cara melipat-lipat (mewiru). Ini mengandung pengertian bahwa jarik tidak bisa lepas dari wiru, dimaksudkan wiwiren aja nganti kleru, kerjakan segala hal jangan sampai keliru agar bisa menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan harmonis. Bebed adalah kain (jarik) yang dikenakan oleh laki-laki seperti halnya pada perempuan, bebed artinya manusia harus ubed, rajin bekerja, berhati-hati terhadap segala hal yang dilakukan dan ” tumindak nggubed ing rina wengi ” (bekerja sepanjang hari)
Canela mempunyai arti “Canthelna jroning nala” (peganglah kuat dalam hatimu) canela sama artinya Cripu, Selop, atau sandal. Canela selalu dikenakan di kaki, artinya dalam menyembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, hendaklah dari lahir sampai batin sujud atau manembah di kaki-NYA. Dalam hati hanyalah sumeleh (pasrah) kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Curiga lan warangka
Curiga atau keris berujud wilahan, bilahan dan terdapat di dalam warangka atau wadahnya. Curiga dikenakan di bagian belakang badan. Keris ini mempunyai pralambang bahwa keris sekaligus warangka sebagaimana manusia sebagai ciptaan dan penciptanya Yatu Allah Yang Maha Kuasa, manunggaling kawula Gusti. Karena diletakkan di bagian belakang tubuh, keris mempunyai arti bahwa dalam menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa hendaklah manusia bisa untuk ngungkurake godhaning setan yang senantiasa mengganggu manusia ketika manusia akan bertindak kebaikan.

Busana Tradisional Jawa-Solo

Busana Tradisional Jawa-Solo

Jenis busana dan kelengkapannya yang dipakai oleh kalangan wanita Jawa, khususnya di lingkungan budaya Yogyakarta dan Surakarta, Jawa Tengah adalah baju kebaya, kemben dan kain tapih pinjung dengan stagen. Baju kebaya dikenakan oleh kalangan wanita bangsawan maupun kalangan rakyat biasa baik sebagai busana sehari-hari maupun pakaian upacara. Pada busana upacara seperti yang dipakai oleh seorang garwo dalem misalnya, baju kebaya menggunakan peniti renteng dipadukan dengan kain sinjang atau jarik corak batik, bagian kepala rambutnya digelung (sanggul), dan dilengkapi dengan perhiasan yang dipakai seperti subang, cincin, kalung dan gelang serta kipas biasanya tidak ketinggalan. Untuk busana sehari-hari umumnya wanita Jawa cukup memakai kemben yang dipadukan dengan stagen dan kain jarik. Kemben dipakai untuk menutupi payudara, ketiak dan punggung, sebab kain kemben ini cukup lebar dan panjang. Sedangkan stagen dililitkan pada bagian perut untuk mengikat tapihan pinjung agar kuat dan tidak mudah lepas.
Dewasa ini, baju kebaya pada umumnya hanya dipakai pada hari-hari tertentu saja, seperti pada upacara adat misalnya. Baju kebaya di sini adalah berupa blus berlengan panjang yang dipakai di luar kain panjang bercorak atau sarung yang menutupi bagian bawah dari badan (dari mata kaki sampai pinggang). Panjangnya kebaya bervariasi, mulai dari yang berukuran di sekitar pinggul atas sampai dengan ukuran yang di atas lutut. Oleh karena itu, wanita Jawa mengenal dua macam kebaya, yaitu kebaya pendek yang berukuran sampai pinggul dan kebaya panjang yang berukuran sampai ke lutut.
Kebaya pendek dapat dibuat dari berbagai jenis bahan katun, baik yang polos dengan salah satu warna seperti merah, putih, kuning, hijau, biru dan sebagainya maupun bahan katun yang berbunga atau bersulam. Saat ini, kebaya pendek dapat dibuat dari bahan sutera, kain sunduri (brocade), nilon, lurik atau bahan-bahan sintetis. Sedangkan, kebaya panjang lebih banyak menggunakan bahan beludru, brokat, sutera yang berbunga maupun nilon yang bersulam. Kalangan wanita di Jawa, biasanya baju kebaya mereka diberi tambahan bahan berbentuk persegi panjang di .bagian depan yang berfungsi sebagai penyambung.
Baju kebaya dipakai dengan kain sinjang jarik/ tapih dimana pada bagian depan sebelah kiri dibuat wiron (lipatan) yang dililitkan dari kiri ke kanan. Untuk menutupi stagen digunakan selendang pelangi dari tenun ikat celup yang berwarna cerah. Selendang yang dipakai tersebut sebaiknya terbuat dari batik, kain lurik yang serasi atau kain ikat celup. Selain kain lurik, dapat juga memakai kain gabardine yang bercorak kotak-kotak halus dengan kombinasi warna sebagai berikut: hijau tua dengan hitam, ungu dengan hitam, biru sedang dengan hitam, kuning tua dengan hitam dan merah bata dengan hitam. Kelengkapan perhiasannya dapat dipakai yang sederhana berupa subang kecil dengan kalung dan liontin yang serasi, cincin, gelang dan sepasang tusuk konde pada sanggul.
Baju kebaya panjang biasanya menggunakan bahan beludru, brokat, sutera maupun nilon yang bersulam. Dewasa ini, baju kebaya panjang merupakan pakaian untuk upacara perkawinan. Dan umumnya digunakan juga oleh mempelai wanita Sunda, Bali dan Madura. Panjang baju kebaya ini sampai ke lutut, dapat pula memakai tambahan bahan di bagian muka akan tetapi tidak berlengkung leher (krah). Pada umumnya kebaya panjang terbuat dari kain beludru hitam atau merah tua, yang dihiasi pita emas di tepi pinggiran baju. Kain jarik batik yang berlipat (wiron) tetap diperlukan untuk pakaian ini, tetapi biasanya tanpa memakai selendang. Sanggulnya dihiasi dengan untaian bunga melati dan tusuk konde dari emas. Sedangkan, perhiasan yang dipakai juga sederhana, yaitu sebuah sisir berbentuk hampir setengah lingkaran yang dipakai di sebelah depan pusat kepala. Baju kebaya panjang yang dipakai sebagai busana upacara biasa, maka tata rias rambutnya tanpa untaian bunga melati dan tusuk konde.
Mengenai teknik dan cara membuat baju kebaya sangat sederhana. Potongan dan model kebaya Jawa, yang juga dipakai di Sumatera Selatan, daerah pantai Kalimantan, Kepulauan Sumbawa, dan Timor sebenarnya serupa dengan blus. Baju ini terdiri dari dua helai potongan, yaitu sehelai bagian depan dan sehelai lagi potongan bagian belakang, serta dua buah lengan baju. Modelnya dapat ditambah dengan sepotong bahan berbentuk persegi panjang yang dipakai sebagai penyambung antara kedua potongan bagian muka.
Pada bagian badan kebaya dipotong sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan krup. Ini dimaksudkan agar benar-benar membentuk badan pada bagian pinggang dan payudara dan sedikit melebar pada bagian pinggul. Sedangkan, lipatan bawah bagian belakang dan samping harus sama lebarnya dan menuju ke bagian depan dengan agak meruncing. Lengkung leher baju menjadi satu dengan bagian depan kebaya. Lengkung ini harus cukup lebar sehingga dapat dilipat ke dalam untuk vuring kemudian dilipat lagi keluar untuk membentuk lengkung leher. Semua potongan tersebut dapatdikerjakan dengan mesin jahit ataupun dijahit dengan tangan.
Sedangkan busana di kalangan pria, khususnya kerabat keraton adalah memakai memakai baju beskap kembang-kembang atau motif bunga lainnya, pada kepala memakai destar (blankon), kain samping jarik, stagen untuk mengikat kain samping, keris dan alas kaki (cemila). Busana ini dinamakan Jawi Jangkep, yaitu busana pria Jawa secara lengkap dengan keris.
Meskipun seni busana berkembang baik di lingkungan keraton, tidak berarti busana di lingkungan rakyat biasa tidak ada yang khas. Busana adat tradisional rakyat biasa banyak digunakan oleh petani di desa. Busana yang dipakai adalah celana kolor warna hitam, baju lengan panjang, ikat pinggang besar, ikat kepala dan kalau sore pakai sarung. Namun pada saat upacara perkawinan, bagi orang tua mempelai biasanya mereka memakai kain jarik dan sabuk sindur. Bajunya beskap atau sikepan dan pada bagian kepala memakai destar.
Busana Basahan
Salah satu jenis busana adat yang terindah dan terlengkap di Indonesia terdapat di keraton Surakarta, Jawa Tengah. Sebab, tiap-tiap jenis busana tersebut menunjukkan tahapan-tahapan tertentu dan siapa si pemakaiannya. Dalam adat busana perkawinan misalnya, seorang wanita dan pria kalangan keraton mengenakan beberapa jenis busana, yang disesuaikan dengan tahapan upacara, yaitu midodareni, ijab, panggih dan sesudah upacara panggih. Pada upacara midodareni, pengantin wanita memakai busana kejawen dengan warna sawitan. Busana sawitan terdiri dari kebaya lengan panjang, stagen dan kain jarik dengan corak batik. Sedangkan pengantin prianya memakai busana cara Jawi Jangkep, yang terdiri dari baju atela, udeng, sikepan, sabuk timang, kain jarik, keris dan selop.
Saat upacara ijab, busana yang dipakai pengantin wanita adalah baju kebaya dan kain jarik, sedangkan pengantin pria memakai busana basahan. Busana basahan pengantin pria disini terdiri dari kuluk matak petak, dodot bangun tulak, stagen, sabuk lengkap dengan timang dan cinde, celana panjang warna putih, keris warangka ladrang dan selop.
Begitu pula pada upacara panggih kedua mempelai memakai jenis busana yang sudah ditetapkan. Pengantin wanita memakai busana adat bersama, basahan. Busana basahan adalah tidak memakai baju, melainkan terdiri dari semekan atau kemben, dodot bangun tulak atau kampuh, sampur atau selendang sekar cinde abrit dan kain jarik cinde sekar merah. Semekan atau kemben terbuat dari kain batik dengan corak alas-alasan warna dasar hijau atau biru dengan hiasan kuning emas atau putih. Kemben disini berfungsi sebagai pengganti baju dan pelengkap untuk menutupi payudara. Kain dodot yang menggunakan corak batik alas-alasan panjangnya kira-kira 4-5 meter, dan merupakan baju pokok dalam busana basahan. Selendang cinde sekar abrit terbuat dari kain warna dasar merah dengan corak bunga hitam dan kain jarik cinde sekar abrit terbuat dari kain gloyar, warna dasar merah yang dihiasi bunga berwarna hitam dan putih. Cara mengenakan kain ini seperti kain jarik tetapi tidak ada lipatan (wiron). Sama halnya dengan pengantin wanita, pengatin pria pun memakai busana adat basahan, berupa dodot bangun tulak, terdiri dari kuluk matak biru muda, stagen, sabuk timang, epek, dodot bangun tulak, celana cinde sekar abrit, keris warangka ladrang, kolong karis, selop dan perhiasan kalung ulur.
Pada upacara panggih ini, biasanya kedua mempelai pengantin melengkapi busana basahan dengan aneka perhiasan. Perhiasan yang biasa digunakan oleh mempelai pria adalah kalung ulur, timang/epek, cincin, bros dan buntal. Sedangkan bagi pengantin wanita, perhiasan yang biasa dipakai adalah cunduk mentul, jungkat, centung, kalung, gelang, cincin, bros, subang dan timang atau epek.
Berbeda dengan tahapan upacara sebelumnya, pada upacara setelah panggih, pengantin wanita memakai busana kanigaran, yaitu terdiri dari baju kebaya, kain jarik, stagen dan selop. Sedangkan pengantin pria menggunakan busana kepangeranan, yang terdiri dari kuluk kanigoro, stagen, baju takwo, sabuk timang, kain jarik, keris warangka ladrang dan selop.
Sebagai kelengkapan, dalam busana adat perkawinan, maka baik pengantin wanita maupun pria biasanya dirias pada bagian wajah dan sanggul. Tujuannya adalah agar mempelai wanita kelihatan lebih cantik dan angun dan pengantin pria lebih gagah dan tampan. Bagi pengantin pria, cara meriasnya tidak sedemikian rumit dan teliti sebagaimana pengantin wanita yang harus dirias pada bagian wajahnya mulai dari muka, mata, alis, pipi dan bibir.
Busana Jawa baik pakaian sehari-hari maupun pakaian upacara sangat kaya akan ragam hias yang tak jarang memiliki makna simbolik dibaliknya. Jenis ragam hias yang dikenal di daerah Surakarta maupun Jogyakarta adalah kain yang bermotifkan tematema geometris, swastika (misalnya bintang dan matahari), hewan (misal : burung, ular, kerbau, naga), tumbuh-tumbuhan (bunga teratai, melati) maupun alam dan manusia. Motif geometris diantaranya adalah kain batik yang bercorak ikal, pilin, ikal rangkap dan pilin ganda. Motif berupa garis-garis potong yang disebut motif tangga merupakan simbolisasi dari nenek moyang naik tangga sedang menuju surga. Bahkan motif yang paling dikenal oleh masyarakat Surakarta adalah motif tumpal berbentuk segi tiga yang disebut untu walang, yang melambangkan kesuburan.
Pada busana-busana khusus untuk upacara perkawinan dikenal juga motif pada batik tulis, seperti kain sindur dan truntum yang dipakai oleh orang tua mempelai. Sedangkan kain sido mukti, kain sido luhur dan sido mulyo merupakan pakaian mempelai.
Fungsi pakaian, awalnya digunakan sebagai alat untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin maupun panas. Kemudian fungsi pakaian menjadi lebih beragam, misalnya untuk menutup aurat, sebagai unsur pelengkap upacara yang menyandang nilai tertentu, maupun sebagai alat pemenuhan kebutuhan akan keindahan.
Pada masyarakat di Jawa Tengah, khususnya di Surakarta fungsi pakaian cukup beragam, seperti pada masyarakat bangsawan pakaian mempunyai fungsi praktis, estetis, religius, sosial dan simbolik. Seperti kain kebaya fungsi praktisnya adalah untuk menjaga kehangatan dan kesehatan badan; fungsi estetis, yakni menghias tubuh agar kelihatan lebih cantik dan menarik; fungsi sosial yakni belajar menjaga kehormatan diri seorang wanita agar tidak mudah menyerahkan kewanitaannya dengan cara berpakaian serapat dan serapi mungkin, serta memakai stagen sekuat mungkin agar tidak mudah lepas.

MANTENAN

 MANTENAN KANTI ADAT JAWA
A. PENDAHULUAN
Secara kodrati, manusia diciptakan
berpasang-pasangan (Q.S. Ar-Ruum : 21)
dengan harapkan mampu hidup
berdampingan penuh rasa cinta dan kasih
sayang. Dari sini tampak bahwa sampai
kapan pun, manusia tidak mampu hidup
seorang diri, tanpa bantuan dan kehadiran
orang lain.
Salah satu cara yang dipakai untuk
melambangkan â €œbersatunya” dua
insan yang berlainan jenis dan sah menurut
agama dan hukum adalah pernikahan.
Masing-masing daerah mempunyai tata
upacara pernikahannya sendiri-sendiri.
Dalam bahasan ini, penulis akan mencoba
mendeskripsikan tata upacara pernikahan
adat Jawa dipandang dari sudut pandang
semiotika.
B. PEMBAHASAN
Pernikahan adalah suatu rangkaian
upacara yang dilakukan sepasang kekasih
untuk menghalalkan semua perbuatan yang
berhubungan dengan kehidupan suami-istri
guna membentuk suatu keluarga dan
meneruskan garis keturunan. Guna
melakukan prosesi pernikahan, orang Jawa
selalu mencari hari â €œbaik”, maka
perlu dimintakan pertimbangan dari ahli
penghitungan hari â €œbaik”
berdasarkan patokan Primbon Jawa.
Setelah ditemukan hari â €œbaik”, maka
sebulan sebelum akad nikah, secara fisik
calon pengantin perempuan disiapkan untuk
menjalani hidup pernikahan, dengan cara
diurut perutnya dan diberi jamu oleh
ahlinya. Hal ini dikenal dengan istilah â
€œdiulik” , yaitu pengurutan perut untuk
menempatkan rahim dalam posisi yang
tepat agar dalam persetubuhan pertama
memperoleh keturunan, dan minum jamu
Jawa agar tubuh ideal dan singset.
Sebelum pernikahan dilakukan, ada
beberapa prosesi yang â €œharus”
dilakukan, baik oleh pihak laki-laki maupun
perempuan. Menurut Sumarsono (2007),
tata upacara pernikahan adat Jawa adalah
sebagai berikut :
1. Babak I (Tahap Pembicaraan)
Yaitu tahap pembicaraan antara pihak yang
akan punya hajat mantu dengan pihak calon
besan, mulai dari pembicaraan pertama
sampai tingkat melamar dan menentukan
hari penentuan (gethok dina).
1. Babak II (Tahap Kesaksian)
Babak ini merupakan peneguhan
pembicaaan yang disaksikan oleh pihak
ketiga, yaitu warga kerabat dan atau para
sesepuh di kanan-kiri tempat tinggalnya,
melalui acara-acara sebagai berikut :
1. Srah-srahan
Yaitu menyerahkan seperangkat
perlengkapan sarana untuk melancarkan
pelaksanaan acara sampai hajat berakhir.
Untuk itu diadakan simbol-simbol barang-
barang yang mempunyai arti dan makna
khusus, berupa cincin, seperangkat busana
putri, makanan tradisional, buah-buahan,
daun sirih dan uang. Adapun makna dan
maksud benda-benda tersebut adalah :
a. Cincin emas
yang dibuat bulat tidak ada putusnya,
maknanya agar cinta mereka abadi tidak
terputus sepanjang hidup.
b. Seperangkat busana putri
bermakna masing-masing pihak harus
pandai menyimpan rahasia terhadap orang
lain.
c. Perhiasan yang terbuat dari emas, intan
dan berlian
mengandung makna agar calon pengantin
putri selalu berusaha untuk tetap bersinar
dan tidak membuat kecewa.
d. Makanan tradisional
terdiri dari jadah, lapis, wajik, jenang;
semuanya terbuat dari beras ketan. Beras
ketan sebelum dimasak hambur, tetapi
setelah dimasak, menjadi lengket. Begitu
pula harapan yang tersirat, semoga cinta
kedua calon pengantin selalu lengket
selama-lamanya.
e. Buah-buahan
bermakna penuh harap agar cinta mereka
menghasilkan buah kasih yang bermanfaat
bagi keluarga dan masyarakat.
f. Daun sirih
Daun ini muka dan punggungnya berbeda
rupa, tetapi kalau digigit sama rasanya. Hal
ini bermakna satu hati, berbulat tekad tanpa
harus mengorbankan perbedaan.
2. Peningsetan
Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk
mewujudkan dua kesatuan yang ditandai
dengan tukar cincin antara kedua calon
pengantin.
3. Asok tukon
Hakikatnya adalah penyerahan dana
berupa sejumlah uang untuk membantu
meringankan keuangan kepada keluarga
pengantin putri.
4. Gethok dina
Menetapkan kepastian hari untuk ijab qobul
dan resepsi. Untuk mencari hari, tanggal,
bulan, biasanya dimintakan saran kepada
orang yang ahli dalam perhitungan Jawa.
1. Babak III (Tahap Siaga)
Pada tahap ini, yang akan punya hajat
mengundang para sesepuh dan sanak
saudara untuk membentuk panitia guna
melaksanakan kegiatan acara-acara pada
waktu sebelum, bertepatan, dan sesudah
hajatan.
1. Sedhahan
Yaitu cara mulai merakit sampai membagi
undangan.
2. Kumbakarnan
Pertemuan membentuk panitia hajatan
mantu, dengan cara :
a. pemberitahuan dan permohonan bantuan
kepada sanak saudara, keluarga, tetangga,
handai taulan, dan kenalan.
b. adanya rincian program kerja untuk
panitia dan para pelaksana.
c. mencukupi segala kerepotan dan
keperluan selama hajatan.
d. pemberitahuan tentang pelaksanaan
hajatan serta telah selesainya pembuatan
undangan.
3. Jenggolan atau Jonggolan
Saatnya calon pengantin sekalian melapor
ke KUA (tempat domisili calon pengantin
putri). Tata cara ini sering disebut
tandhakan atau tandhan, artinya memberi
tanda di Kantor Pencatatan Sipil akan ada
hajatan mantu, dengan cara ijab.
1. Babak IV (Tahap Rangkaian Upacara)
Tahap ini bertujuan untuk menciptakan
nuansa bahwa hajatan mantu sudah tiba.
Ada beberapa acara dalam tahap ini, yaitu :
1. Pasang tratag dan tarub
Pemasangan tratag yang dilanjutnya
dengan pasang tarub digunakan sebagai
tanda resmi bahwa akan ada hajatan mantu
dirumah yang bersangkutan. Tarub dibuat
menjelang acara inti. Adapun ciri kahs tarub
adalah dominasi hiasan daun kelapa muda
(janur), hiasan warna-warni, dan kadang
disertai dengan ubarampe berupa nasi uduk
(nasi gurih), nasi asahan, nasi golong, kolak
ketan dan apem.
2. Kembar mayang
Berasal dari kata “kembar” artinya
sama dan “mayang” artinya bunga
pohon jambe atau sering disebut Sekar
Kalpataru Dewandaru, lambang
kebahagiaan dan keselamatan. Jika
pawiwahan telah selesai, kembar mayang
dilabuh atau dibuang di perempatan jalan,
sungai atau laut dengan maksud agar
pengantin selalu ingat asal muasal hidup ini
yaitu dari bapak dan ibu sebagai perantara
Tuhan Yang Maha Kuasa. Barang-barang
untuk kembar mayang adalah :
a. Batang pisang, 2-3 potong, untuk hiasan.
Biasanya diberi alas dari tabung yang
terbuat dari kuningan.
b. Bambu aur untuk penusuk (sujen),
secukupnya.
c. Janur kuning, ± 4 pelepah.
d. Daun-daunan: daun kemuning, beringin
beserta ranting-rantingnya, daun apa-apa,
daun girang dan daun andong.
e. Nanas dua buah, pilih yang sudah masak
dan sama besarnya.
f. Bunga melati, kanthil dan mawar merah
putih.
g. Kelapa muda dua buah, dikupas kulitnya
dan airnya jangan sampai tumpah.
Bawahnya dibuat rata atau datar agar kalau
diletakkan tidak terguling dan air tidak
tumpah.
3. Pasang tuwuhan (pasren)
Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju
tempat duduk pengantin. Tuwuhan
biasanya berupa tumbuh-tumbuhan yang
masing-masing mempunyai makna :
a. Janur
Harapannya agar pengantin memperoleh
nur atau cahaya terang dari Yang Maha
Kuasa.
b. Daun kluwih
Semoga hajatan tidak kekurangan sesuatu,
jika mungkin malah dapat lebih (luwih) dari
yang diperhitungkan.
c. Daun beringin dan ranting-rantingnya
Diambil dari kata “ingin”, artinya
harapan, cita-cita atau keinginan yang
didambakan mudah-mudahan selalu
terlaksana.
d. Daun dadap serep
Berasal dari suku kata “rep” artinya
dingin, sejuk, teduh, damai, tenang tidak
ada gangguan apa pun.
e. Seuntai padi (pari sewuli)
Melambangkan semakin berisi semakin
merunduk. Diharapkan semakin berbobot
dan berlebih hidupnya, semakin ringan kaki
dan tangannya, dan selalu siap membantu
sesama yang kekurangan.
f. Cengkir gadhing
Air kelapa muda (banyu degan), adalah air
suci bersih, dengan lambang ini diharapkan
cinta mereka tetap suci sampai akhir hayat.
g. Setundhun gedang raja suluhan
(setandan pisang raja)
Semoga kelak mempunyai sifat seperti raja
hambeg para marta, mengutamakan
kepentingan umum daripada kepentingan
pribadi.
h. Tebu wulung watangan (batang tebu
hitam)
Kemantapan hati (anteping kalbu), jika
sudah mantap menentukan pilihan sebagai
suami atau istri, tidak tengok kanan-kiri lagi.
i. Kembang lan woh kapas (bunga dan buah
kapas)
Harapannya agar kedua pengantin kelak
tidak kekurangan sandang, pangan, dan
papan. Selalu pas, tetapi tidak pas-pasan.
j. Kembang setaman dibokor (bunga
setaman yang ditanam di air dalam bokor)
Harapannya agar kehidupan kedua
pengantin selalu cerah ibarat bunga di
taman.
4. Siraman
Ubarampe yang harus disiapkan berupa air
bunga setaman, yaitu air yang diambil dari
tujuh sumber mata air yang ditaburi bunga
setaman yang terdiri dari mawar, melati dan
kenanga. Tahapan upacara siraman adalah
sebagai berikut :
- calon pengantin mohon doa restu kepada
kedua orangtuanya.
- calon mantu duduk di tikar pandan tempat
siraman.
- calon pengatin disiram oleh pinisepuh,
orangtuanya dan beberapa wakil yang
ditunjuk.
- yang terakhir disiram dengan air kendi
oleh bapak ibunya dengan mengucurkan ke
muka, kepala, dan tubuh calon pengantin.
Begitu air kendi habis, kendi lalu dipecah
sambil berkata â €œNiat ingsun ora mecah
kendi, nanging mecah pamore anakku
wadonâ €.
5. Adol dhawet
Upacara ini dilaksanakan setelah siraman.
Penjualnya adalah ibu calon pengantin putri
yang dipayungi oleh bapak. Pembelinya
adalah para tamu dengan uang pecahan
genting (kreweng). Upacara ini
mengandung harapan agar nanti pada saat
upacara panggih dan resepsi, banyak tamu
dan rezeki yang datang.
6. Midodareni
Midodareni adalah malam sebelum akad
nikah, yaitu malam melepas masa lajang
bagi kedua calon pengantin. Acara ini
dilakukan di rumah calon pengantin
perempuan. Dalam acara ini ada acara
nyantrik untuk memastikan calon pengantin
laki-laki akan hadir dalam akad nikah dan
sebagai bukti bahwa keluarga calon
pengantin perempuan benar-benar siap
melakukan prosesi pernikahan di hari
berikutnya. Midodareni berasal dari kata â
€œ widodareni” (bidadari), lalu menjadi
“midodareni” yang berarti membuat
keadaan calon pengantin seperti bidadari.
Dalam dunia pewayangan, kecantikan dan
ketampanan calon pengantin diibaratkan
seperti Dewi Kumaratih dan Dewa
Kumajaya.
1. Babak V (Tahap Puncak Acara)
1. Ijab qobul
Peristiwa penting dalam hajatan mantu
adalah ijab qobul dimana sepasang calon
pengantin bersumpah di hadapan naib yang
disaksikan wali, pinisepuh dan orang tua
kedua belah pihak serta beberapa tamu
undangan. Saat akad nikah, ibu dari kedua
pihak, tidak memakai subang atau giwang
guna memperlihatkan keprihatinan mereka
sehubungan dengan peristiwa menikahkan
atau ngentasake anak.
2. Upacara panggih
Adapun tata urutan upacara panggih
adalah sebagai berikut :
a. Liron kembar mayang
Saling tukar kembar mayang antar
pengantin, bermakna menyatukan cipta,
rasa dan karsa untuk mersama-sama
mewujudkan kebahagiaan dan
keselamatan.
b. Gantal
Daun sirih digulung kecil diikat benang putih
yang saling dilempar oleh masing-masing
pengantin, dengan harapan semoga semua
godaan akan hilang terkena lemparan itu.
c. Ngidak endhog
Pengantin putra menginjak telur ayam
sampai pecah sebagai simbol seksual
kedua pengantin sudah pecah pamornya.
d. Pengantin putri mencuci kaki pengantin
putra
Mencuci dengan air bunga setaman dengan
makna semoga benih yang diturunkan
bersih dari segala perbuatan yang kotor.
e. Minum air degan
Air ini dianggap sebagai lambang air hidup,
air suci, air mani (manikem).
f. Di-kepyok dengan bunga warna-warni
Mengandung harapan mudah-mudahan
keluarga yang akan mereka bina dapat
berkembang segala-galanya dan bahagia
lahir batin.
g. Masuk ke pasangan
Bermakna pengantin yang telah menjadi
pasangan hidup siap berkarya
melaksanakan kewajiban.
h. Sindur
Sindur atau isin mundur, artinya pantang
menyerah atau pantang mundur.
Maksudnya pengantin siap menghadapi
tantangan hidup dengan semangat berani
karena benar.
Setelah melalui tahap panggih, pengantin
diantar duduk di sasana riengga, di sana
dilangsungkan tata upacara adat Jawa,
yaitu :
i. Timbangan
Bapak pengantin putri duduk diantara
pasangan pengantin, kaki kanan diduduki
pengantin putra, kaki kiri diduduki pengantin
putri. Dialog singkat antara Bapak dan Ibu
pengantin putri berisi pernyataan bahwa
masing-masing pengantin sudah seimbang.
j. Kacar-kucur
Pengantin putra mengucurkan penghasilan
kepada pengantin putri berupa uang receh
beserta kelengkapannya. Mengandung arti
pengantin pria akan bertanggung jawab
memberi nafkah kepada keluarganya.
k. Dulangan
Antara pengantin putra dan putri saling
menyuapi. Hal ini mengandung kiasan laku
memadu kasih diantara keduanya (simbol
seksual). Dalam upacara dulangan ada
makna tutur adilinuwih (seribu nasihat yang
adiluhung) dilambangkan dengan sembilan
tumpeng yang bermakna :
- tumpeng tunggarana : agar selalu ingat
kepada yang memberi hidup.
- tumpeng puput : berani mandiri.
- tumpeng bedhah negara : bersatunya pria
dan wanita.
- tumpeng sangga langit : berbakti kepada
orang tua.
- tumpeng kidang soka : menjadi besar dari
kecil.
- tumpeng pangapit : suka duka adalah
wewenang Tuhan Yang Maha Esa.
- tumpeng manggada : segala yang ada di
dunia ini tidak ada yang abadi.
- tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada
mertua.
- tumpeng kesawa : nasihat agar rajin
bekerja.
3. Sungkeman
Sungkeman adalah ungkapan bakti kepada
orang tua, serta mohon doa restu. Caranya,
berjongkok dengan sikap seperti orang
menyembah, menyentuh lutut orang tua
pengantin perempuan, mulai dari pengantin
putri diikuti pengantin putra, baru kemudian
kepada bapak dan ibu pengantin putra.
C. TINJAUAN DENGAN PENDEKATAN
SEMIOTIKA
Pendekatan yang dipakai dalam makalah ini
adalah pendekatan semiotika. Semiotika
memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan Charles Sander
Peirce (1839-1914). Keduanya
mengembangkan ilmu semiotika secara
terpisah dan tidak mengenal satu sama lain,
Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika
Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure
adalah Linguistik, sedangkan Peirce filsafat.
Saussure menyebut ilmu yang
dikembangkannya â €˜semiologi’
(semiology), sedangkan Peirce menyebut
ilmu yang dibangunnya â €˜semiotika’
(semiotics). Dalam perkembangan
selanjutnya istilah â €˜semiotika’ lebih
popular dari pada ‘semiologi’.
Berdasarkan hubungan tanda dan objek,
Peirce membagi tanda menjadi tiga, yakni
ikon (icon), indeks (index) dan simbol
(symbol). Ikon adalah sesuatu yang
berfungsi sebagai tanda berdasarkan
kemiripannya dengan sesuatu yang lain.
Indeks adalah sebuah tanda yang dalam
corak tandanya tergantung dari adanya
sebuah â €˜objek’ atau denotatum.
Simbol adalah tanda yang hubungan antara
tanda dan objeknya ditentukan oleh sebuah
peraturan yang berlaku umum. Berikut
penjelasan tanda berdasarkan kenyataan
hubungan dengan jenis dasarnya :
1. Ikon
Ikon merupakan tanda yang menyerupai
benda yang diwakilinya, atau suatu tanda
yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri
yang sama dengan apa yang
dimaksudkannya. Dalam hal ini cincin emas,
seperangkat busana putri dan uang
merupakan ikon, karena benda-benda
tersebut mewakili benda yang sebenarnya.
2. Indeks
Indeks adalah tanda yang sifat tandanya
tergantung dari keberadaanya suatu
denotasi, sehingga dalam terminologi Peirce
merupakan secondness. Dengan kata lain,
indeks adalah suatu tanda yang mempunyai
kaitan atau kedekatan dengan apa yang
diwakilinya. Dalam hal ini tarub, kembar
mayang, dan tuwuhan merupakan indeks.
Hal ini dikarenakan item tersebut hanya
ditemui dalam upacara pernikahan adat
Jawa.
3. Simbol
Simbol adalah suatu tanda, dimana
hubungan tanda dan denotasinya
ditentukan oleh peraturan yang berlaku
umum atau ditentukan oleh suatu
kesepakatan bersama (konversi). Cincin
emas, seperangkat busana putri, perhiasan
yang terbuat dari emas, intan dan berlian;
makanan tradisional, buah-buahan, daun
sirih, peningset, janur, daun kluwih, daun
beringin lengkap dengan ranting-
rantingnya, daun alang-alang, daun dadap
sirep, seuntai padi, cengkir gadhing,
setandan pisang raja, batang tebu hitam,
bunga dan buah kapas, bunga setaman dan
sungkeman merupakan simbol. Hal ini
dikarenakan masing-masing item tersebut
memiliki makna simbolis yang terkandung di
dalamnya.
D. PENUTUP
Demikianlah tata upacara pernikahan Jawa
yang sampai saat ini masih digunakan
dalam pernikahan di Jawa. Jika diamati
secara detail, prosesi pernikahan di Jawa
terkesan â €œnjlimet atau rumit”. Hal ini
dikarenakan banyaknya perlambang yang
dipakai di dalamnya. Kenyataan ini tidak
dapat dipungkiri, karena sampai saat ini
masyarakat Jawa masih senang
menggunakan simbol atau perlambang
dalam kehidupannya.

Tedhak Siten

Asal Mula Tedhak Siten

 SEBAGAI pusatnya kebudayaan, berbagai ritual budaya sudah tentu sering diadakan oleh masyarakat Solo. Mulai dari pernikahan, kelahiran, hingga kematian tidak terlepas dari rangkaian upacara adat yang menjadi budaya Kota Solo. Seperti upacara adat yang ini, Tedhak Siten. Tedhak Siten adalah salah satu upacara adat budaya Jawa untuk anak yang berusia 8 bulan (pitung lapan), di daerah lain di Indonesia juga dikenal upacara adat turun tanah ini dengan istilah yang berbeda. Tedhak berarti turun dan siten berarti siti atau tanah.

Upacara ini mewujudkan rasa syukur karena pada usia ini si anak akan mulai mengenal alam di sekitarnya dan mulai belajar berjalan. Tujuan lain dari upacara ini adalah untuk mengenalkan sang buah hati kepada ibu pertiwi. “Karena dalam pepatah Jawa mengatakan ‘Ibu Pertiwi Bopo Angkoso’ yang berarti bumi sebagai ibu dan langit sebagai bapak,” ujar Mufti Raharjo Kepala Seksi Pelayanan Informasi Wisata Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Pemerintah Kota Solo.

Dalam upacara adat ini ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh si anak, di mana tiap tahap atau proses tersebut memiliki nilai-nilai budaya yang cukup tinggi.

sinya memerlukan uba rampe (perlengkapan) yang beraneka ragam, dan dalam setiap uba rampe yang dipergunakan juga memiliki makna yang cukup dalam.Uba rampe yang diperlukan dalam upacara Tedhak Siten ini yaitu juadah (jadah) warna warni (7 warna: putih, merah, hijau, kuning, biru, cokelat, merah muda/ungu), tangga yang terbuat dari tebu ireng (tebu arjuna), kurungan (biasanya berbentuk seperti kurungan ayam) yang diisi dengan barang/benda (misalnya: alat tulis, mainan dalam berbagai bentuk dan jenis) sebagai lambang/tAnda untuk masa depan anak, banyu gege (air yang disimpan dalam tempayan/bokor selama satu malam & pagi harinya dihangatkan dengan sinar matahari), ayam panggang, pisang raja (melambangkan harapan agar si anak di masa depan bisa hidup sejahtera dan mulia, lawe wenang, dan udhikudhik (yang terdiri berbagai jenis biji-bijian, uang logam dan beras kuning).

Perlengkapan tambahan adalah jajan pasar, berbagai jenis jenang-jenangan, tumpeng lengkap dengan gudangan dan nasi. Untuk prosesinya sendiri ada beberapa tahap. Tahap pertama, si anak dibimbing orang tuanya untuk berjalan di atas juadah. Tahap kedua, kembali anak dibimbing menaiki tangga yang terbuat dari tebu ireng (dengan maksud agar si anak dalam hidupnya selalu lurus dalam jalan yang benar seperti tebu ireng, dan hidupnya makin terus meningkat menjadi lebih baik sesuai dengan apa yang dicita-citakan), uning, tumpeng robyong, dan tumpeng gundhul.

Tahap ketiga, anak diajak masuk ke dalam kurungan (kurungan di sini bermaksud untuk menjaga konsentrasi si anak) dan memilih benda yang telah disiapkan sebelumnya, dan benda yang dipilih tersebut menggambarkan apa yang akan dipilih oleh si anak di masa depannya, sebagai contoh jika si anak memilih mainan berbentuk alat kedokteran, maka di masa depan si anak akan menjadi dokter.

Tetesan

Inisiasi: Tetesan

Tradisi tetesan ini diselenggarakan dengan tujuan memohon keselamatan bagi anak perempuan.
Perlengkapan upacara yang diperlukan terbagi dalam dua jenis keluarga. Golongan bangsawan akan menyediakan tumpeng robyong, tumpeng gundul, tumpeng songgobuwono, tumpeng kencono, jenang baro-baro.
Golongan rakyat kebanyakan akan menyiapkan nasi gurih, ingkung, nasi golong dengan lauk, jenang abang dan putih, jenang baro-baro, jajan pasar, nasi ambengan dan kembang telon.
Tetesan diadakan pada waktu malam hari dan dihadiri oleh anak tetesan, ayah ibu, famili dan tetangga terdekat. Upacara diawali dengan mandi air kembang setaman sebelum proses inisiasi dimulai.

selapanan

Kelahiran: Selapanan

Salah satu tradisi kelahiran dalam budaya Jawa adalah Selapanan. Upacara Selapanan bertujuan memohon keselamatan bagi si bayi. Perlengkapan upacara yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
- Golongan bangsawan: Nasi tumpeng gudangan, nasi tumpeng kecil yang ujungnya ditancapi tusukan bawang merah dan cabe merah, bubur lima macam, jajan pasar, nasi golong, nasi gurih, sekul asrep-asrepan, pecel ayam, pisang, kemenyan, dan kembang setaman diberi air.
- Golongan rakyat biasa: Tumpeng nasi gurih dengan lauk, nasi tumpeng among-among, nasi golong, jenang abang putih, ingkung dan panggang ayam.
Upacara terakhir dalam rangkaian selamatan kelahiran yang dilakukan pada hari ke 36 sesuai dengan weton atau hari pasaran kelahiran si bayi. Selapanan diadakan setelah maghrib dan dihadiri oleh si bayi, ayah, dukun, ulama, famili dan keluarga terdekat.

brokohan


Kelahiran: Brokohan 

 

Tradisi kelahiran dalam budaya Jawa salah satunya adalah tradisi Brokohan. Upacara Brokohan ini ditujukan untuk memohon keselamatan dan agar bayi menjadi anak yang baik. Perlengkapan upacara yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
- Golongan bangsawan: dawet, telur mentah, jangan menir, sekul ambeng, nasi dengan lauk, jeroan kerbau, pecel dengan lauk ayam, kembang setaman, kelapa dan beras.
- Golongan rakyat biasa: nasi ambengan yang terdiri dari nasi jangan, lauk pauknya peyek, sambel goreng, tempe, mihun, jangan menir dan pecel ayam.
Upacara permohonan agar bayi menjadi anak baik yang dimulai dengan penanaman ari-ari dan penyediaan sesaji brokohan yang dibagikan kepada tetangga. Brokohan ini berupa telur ayam mentah, gula jawa setengah tangkep, kelapa setengah buah, dawet dan kembang brokohan yaitu mawar, melati dan kantil.
Upacara ini dilaksanakan segera setelah bayi lahir dan dihadiri oleh si ibu, suami, keluarga, dukun, pinisepuh dan putra-putri famili. Terdapat makanan pantangan yaitu sambal, sayur bersantan, telur ikan tawar dan telur asin.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes