” Unggah-Ungguh ala Masyarakat Jawa"
Teringat ketika saya sekolah di SMP dan melanjutkan SMA khusus perempuan di satu yayasan yang sama di daerah Ponorogo. Dimana sekolah tersebut memilikii asrama da mewajibkan seluruh siswi untuk bermukim di asrama tersebut, seperti asrama lain. Disini juga diterapkan berbagai peraturan yang diberlakukan untuk seluruh siswi dan pembimbing baik itu untuk keluar asrama maupun untuk bersekolah. Disini kami hanya diperbolehkan pulang dua kali dalam setahun yaitu pada hari raya selama 2 minggu dan liburan akhir ajaran tahun baru selama 10 hari tidak boleh dari hari yang ditentukan.
Berbicara masalah liburan sekolah, ini adalah salah satu momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh penghuni asrama dimana kita akan mudik dan pulang ke kampung halaman masing-masing dengan menggunakan bis yang sudah disewakan oleh panitia setiap daerah, misalnya daerah Jawa Timur dibagi menjadi 6 kelompok (daerah timur 1: Surabaya, Sidoarjo, Krian, Gresik / daerah timur 2: Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Kediri dll ). Begitu juga dengan daerah lain seperti Jawa tengah, Jawa Barat, Jakarta, kalimantan, Sumatra dll. Sebelum pulang biasanya kami diberikan materi tentang ETIKET atau yang berhubungan dengan Tata Krama selama 2 hari 2 malam oleh petinggi dan guru besar yayasan. Bertempat di Aula asrama, seluruh siswa SMP, SMA, para pem bimbing, dan guru berkumpul dan mendengarkan ceramah serta praktik yang berhubungan dengan Tata Krama.
Tata karma adalah suatu tata cara, aturan dalam berperilaku, bersosialisasi, dan berkomunikasi dengan orang disekitar kita yang sesuai dengan adat yang berlaku. Tata karma biasa disebut dengan sopan santun. Orang Jawa biasa menyebutnya dengan unggah-ungguh atau biasa dikenal dengan adab, tata cara, atau tata krama dalam berperilaku. Unggah-ungguh sendiri menggambarkan akan perilaku tidak sombong, selalu menghargai orang lain, bermain perasaan, perasaannya halus, dan berbagai tingkah laku yang bagus. Dalam adat Jawa, masyarakat Jawa mempunyai tiga tingkatan unggah-ungguh modern yang digunakan saat ini dalam hal berkomunikasi dengan orang lain diantaranya yaitu:
…Krama, krama sendiri dibagi menjadi dua 1) krama lugu atau kasar, digunakan untuk bapak ke ibu, ibu ke bapak. Misalnya: Sampean teng pundi? (kamu mau kemana?). 2) krama alus, digunakan untuk anak ke orang tua. Misalnya: menawi panjenengan sios tindak, kulo derekaken nitih seped, (kalau kamu jadi pergi, saya antarkan pakai sepeda).
…Ngoko, Ngoko sendiri dibagi menjadi dua 1) ngoko lugu atau kasar, digunakan untuk anak ke anak, orang tua ke anak atau anak muda. Misalnya: kome arep nangndi? (kamu mau kemana?). 2) ngoko andhap atau alus, digunakan untuk orang tua ke tamu orang muda yang berpangkat, seperti lurah, bupati dll. Misalnya: Panjenengan arep tindak pundi?,(kamu mau pergi kemana?).
Sedangkan untuk sopan santun perilaku misalnya saat seseorang ingin berbicara dengan orang yang lebih tua, sikap yang dilakukannya adalah meletakkan kedua tangannya di depan dengan menundukkan badan, dimana posisi tangan di depan biasanya disebut dengan sikap ngapurancang. Sikap ini sama dengan sikap hormat dan dilakukan saat kita akan berbicara dengan orang lain, itupun juga berlaku pada saat kita lewat di depan orang yang lebih tua. Begitulah kebiasaan dan sikap dari sebagian orang Jawa yang masih memegang erat adat sopan santun serta bagaimana seharusnya bersikap kepada orang yang lebih tua ataupun orang yang baru kita kenal sekalipun. Saya bangga menjadi orang Jawa yang hingga saat ini masih menggunakan pelajaran dan pengetahuan tentang adat sopan santun dari orang tua dan guru
.
.
0 komentar:
Posting Komentar